Pendahuluan
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Dalam hidup ini ada dua hal yang tidak bisa kita lepaskan: memberi dan menerima. Hidup kita terus bergerak di antara kedua hal itu. Kita menerima kasih, lalu kita memberi kasih. Kita menerima pertolongan, lalu kita memberi pertolongan. Seperti hak dan kewajiban, keduanya berjalan bersama. Tidak ada orang yang hanya ingin menerima tanpa memberi, atau sebaliknya memberi tanpa pernah mau menerima.
Demikian juga dalam kehidupan iman, Allah lebih dulu memberi kita hidup, keselamatan, dan berkat-Nya. Sebagai umat tebusan, kita pun dipanggil untuk memberi kembali kepada Tuhan dan sesama sebagai bentuk syukur.
Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus menekankan bahwa memberi bukanlah beban, tetapi sukacita. Memberi bukanlah kehilangan, melainkan berkat yang berlipat.
ISI
1. Menabur Dan Menuai (Ayat 6)
“Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga; dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.”
Paulus memakai perumpamaan pertanian. Orang Korintus hidup dalam budaya agraris, sehingga mereka paham benar prinsip menabur dan menuai. Kalau kita menabur satu genggam jagung, jangan harap panen seratus karung. Begitu juga dalam berkebun di kampung-kampung kita, siapa yang rajin menanam petatas, jagung, keladi, sayur, maka dialah yang akan menuai banyak.
Artinya, memberi dengan murah hati akan mendatangkan berkat yang melimpah. Bukan semata-mata melimpah dalam harta, tetapi melimpah dalam sukacita, damai, dan berkat rohani.
2. Memberi Dengan Sukacita Bukan Karena Terpaksa (Ayat 7)
“Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” Memberi itu soal hati, bukan soal besar kecil jumlah. Tuhan tidak melihat besar persembahan kita, tetapi ketulusan hati di balik pemberian itu. Karena itu, memberi tidak boleh dengan terpaksa, apalagi dengan mengeluh.
Contohnya : Ada orang yang memberi persembahan atau membantu sesama, tetapi kemudian menghitung-hitung, atau bahkan mengungkit-ungkit: “Sa kan sudah bantu ko dulu.” Itu bukan memberi dengan sukacita, tetapi justru memperlihatkan ego kita.
Memberi juga bisa dalam bentuk materi, tetapi juga tenaga, pikiran, dan waktu. Misalnya, membantu saudara yang sedang studi, menolong teman dalam ujian tes pegawai, atau menolong dalam pekerjaan sehari-hari. Itu semua adalah bentuk pemberian yang berharga di mata Tuhan.
3. Kekritenan Identik Dengan Memberi (Ayat 8 - 10)
Paulus berkata bahwa Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia, supaya kita berkecukupan dan berkelebihan untuk setiap pekerjaan baik. Ada seorang tokoh inspiratif dari India Mahatma Gandhi pernah berkata bahwa ia sangat kagum kepada Yesus, tetapi ia kecewa kepada orang-orang Kristen yang tidak hidup seperti Yesus. Menurut Gandhi, seharusnya orang Kristen identik dengan memberi, karena Yesus sendiri telah menyerahkan hidup-Nya bagi dunia. Artinya, kekristenan sejati tidak terlepas dari pelayanan. Kalau kita diselamatkan oleh kasih Allah, maka hidup kita pun harus menjadi saluran kasih.
4. Memberi Membawa Berkat Bukan Kekurangan (11 - 13)
Paulus menegaskan bahwa orang yang memberi dengan sukacita akan “diperkaya dalam segala macam kemurahan hati.” Contoh yang nyata bagi kita sekarang kondisi ekonomi yang sulit, pemerintah bisa melakukan efisiensi anggaran, bahkan mengurangi bantuan sosial kepada masyarakat. Tetapi kita melihat bahwa berkat Tuhan itu tidak pernah berkurang. Tidak ada kata “efisiensi” dalam kasih karunia Tuhan. Dan bahkan Justru ketika kita berani memberi di tengah kesempitan, kita sedang menunjukkan iman bahwa Tuhanlah sumber segala berkat.
5. Memberi Kepada Orang Miskin
Paulus menyebut bahwa pelayanan kasih, yaitu memberi kepada yang miskin, bukan hanya mencukupi kebutuhan orang-orang kudus, tetapi juga membangkitkan ucapan syukur kepada Allah. Di tengah kondisi sulit, kepedulian kita kepada yang miskin menjadi bentuk nyata dari penyembahan. Saat kita berbagi beras, sayur, ikan, bahkan sekedar tenaga untuk menolong sesama, kita sedang menghadirkan kasih Allah di tengah dunia.
6. Teladan Yesus Kritus (ayat 15)
Paulus menutup dengan kalimat: “ syukur kepada Allah karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu !” Karunia itu adalah Yesus Kristus sendiri. Yesus memberi seluruh diri-Nya, Tubuh dan Darah-Nya untuk keselamatan kita. Itulah teladan bagi kita, bahwa memberi bukan karena berkelebihan, tetapi karena kasih. Sama seperti Kristus memberi diri-Nya, kita pun dipanggil untuk hadir bagi orang lain.
PENUTUP
Saudara-saudara, ada sebuah filosofi sederhana: sumur akan selalu mengeluarkan air, tetapi justru akan kering bila tidak pernah diambil airnya. Demikianlah hidup kita. Semakin kita memberi, semakin Tuhan melimpahkan berkat. Tetapi bila kita menutup diri dan tidak mau berbagi, jutru kita kehilangan sukacita.
Karena itu, mari kita sehati membangun mezbah persembahan syukur kepada Allah. Mari menjadikan persembahan kita, baik uang, tenaga, pikiran, maupun kepedulian, sebagai bentuk penyembahan sejati. Memberi dengan sukacita, sehingga hidup kita menjadi berkat bagi banyak orang. Tuhan memberkati kita semua !
Amin.
Tambahkan Komentar Baru